Halaman

Just Share What I Want To Share

Minggu, 04 November 2012

Ketika Harapan Tak Semanis Vanila Cokelat




Seperti tersayat pisau saat ku buka lagi album kenangan denganmu dulu. Air mata seperti hujan yang tak henti berjatuhan dari langit. Manis, terlalu manis bahkan kenangan kita dulu. Tapi itu dulu sebelum kamu meninggalkan aku, sebelum kamu membuang aku terlalu jauh dari bagian kehidupamu. Kamu yang mengajari aku bagaimana mencintai dengan setulus hati, namun mengapa kamu tidak mengajariku untuk mengikhlaskan cinta itu pergi. Kamu pergi begitu saja, meninggalkan manis dan pahit cinta. Entah kemana aku harus menepi ketika rindu ini tak mampu lagi lagi kubendung. Cinta, dapatkah kau kembali?

**

Jumat, 11 November 2011, seperti biasa kami pulang sekolah bersama. Karena waktu itu hari Jumat, bel pulang berdering lebih cepat karena para muslim harus segera menunaikan ibadah sholat Jumat. Saat aku sedang memasukan beberapa buku Fisika ke dalam tas, tiba-tiba sesuatu bergetar di saku kemejaku, bergegas aku ambil handphone dalam sakuku ternyata ada SMS dari kontak yang kuberi nama My Raqif.

 “Aku tunggu kamu di ruang piket ya J

Sender :  My Raqif
Recieved : +6285713667111
Today

Lalu dengan cepat aku balas pesan singkatnya itu dengan satu kata.

To : My Raqif [+6285713667111]

“Iyaa J”.

Hari ini cukup terik, namun tidak terlalu berasa panas padahal matahari rasanya sudah berada di atas kepala. Mungkin ini adalah efek dari falling in love, seperti kata beberapa kisah yang di tayangkan FTV. Selama di perjalanan kami hanya diam. Dia terlalu sibuk memperhatikan jalan atau nervous aku tidak tahu. Aku putuskan untuk membuka percakapan.

“Hey, serius amat sih ngendarain motornya”, sambil ku klitik pinggangnya.
“Ih kamu geli tau, aku cubit yah nanti”, timpalnya.
“Ih ngambek, haha. Ehm aku mau cerita deh. Bad news”, kataku.
“Apa?”, katanyanya cepat.
“Kita ga bisa gini terus”, jawabku sambil memasang wajah serius.
“Kenapa? Dari awal aku tau posisi aku udah salah”, dia menjawab dengan nada kecewa.
“Kita ga bisa begini terus soalnya aku udah putus dari Isa. Wlee”, kataku sambil menjulurkan lidah.

Isa adalah nama pacarku sebelum Raqif. Hubungan kami cukup lama, hampir dua tahun. Tapi entah mengapa aku tidak pernah berhasil untuk menyayanginya, padahal ia merupakan laki-laki baik. Sampai akhirnya aku bertemu Raqif dan aku putuskan untuk menyudahi penderitaan itu.

“Kamu serius? Jadi kita udah berdua nih?”, balasnya dengan ragu.
“Iya dong, cuma aku sama kamu”, jawabku riang sambil melingkarkan tanganku di pinggangnya.
Dia hanya diam, namun aku bisa melihat dari spion motornya ia tersenyum senang.
“Hey kok diem? Oh iya kamu kan belum nembak aku tau! Huh”, kataku sambil cemberut.
“Yaah gimana dong, aku ga pernah nembak cewe sebelumnya. Jadi aku gatau caranya”, jawabnya.
“Yaudah tembak pakai pistol aja”, jawabku ketus.
“Tapi lucu banget kalo aku nembak kamu, kan  kita udah saling tau perasaan masing-masing. Peresmian hubungan aja yah”, katanya.
“Terserah kamu ih”, jawabku.
“Iya deh gitu aja ngambek haha. Tapi ga apa kan kalo sambil jalan gini, soalnya kalo berhenti dulu takut ga keburu solat Jumat ”, balasnya.
“Yaudah ayoo cepet”,  jawabku gemas.
“Hari ini Jumat tanggal 11 di bulan yang ke-11 tahun 2011, kamu Ayu Alviana resmi jadi pacar aku. Pokoknya aku sayaang banget sama kamu. Love you”, katanya terdengar lembut.
“Love you too”, balasku manja sambil bersandar di punggungnya.

**

Sesampainya dirumah, ku letakkan tasku dan kurebahkan tubuh ini diatas tempat tiduryang tak terlalu empuk. Yah aku memang hidup dari keluarga sederhana. Berbeda dengan Raqif, yang apapun kebutuhannya dapat terpenuhi. Tapi entah kenapa rasanya hari ini kasurku terasa lebih nyaman dari biasanya, lagi-lagi mungkin karena efek falling in love. Aku senyum-senyum sendiri saat mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Baru pertama kali aku merasakan manisnya jatuh cinta seperti ini. Bahkan pikiranku selalu bertanya sedang apa ya Raqif sekarang? Ah entah lah aku hanya ingin selalu bertemu dengannya setiap waktu. Andai kantong Doraemon itu benar adanya mungkin sudah kupinjam pintu kemana saja-nya untuk membuat koneksi kamarku dengan kamarnya, seperti yang diceritakan dalam film animasi Jepang itu. But that’s impossible.
Pukul 20.00 wib, handphone-ku berdering dan tebak siapa yang menelepon? Ya benar, That’s Raqif.
“Assalamualaikum”, kataku.
“Waalaikumsalam, kamu lagi apa sayang?”, tanya dari seseorang yang menjawab dari seberang sana.
“Aku lagi kangen deh sama kamu, eh kebetulan kamu telpon aku jadi seneng hehe”, jawabku riang.
“Aku telpon kamu karena aku juga kangen sayang, kamu udah makan?”, balasnya.
“Belum sih, nanti aja deh. Sayang suara kamu lembut banget sih di telpon. Bikin gemes hehe”, kataku menggoda.
“Haha kamu bisa aja deh, tapi masa kata orang suara aku kaya anak kecil kalo di telpon”, jawabnya.
“Kaya anak kecil gimana? Ngga ah suara kamu lembut gini sih”, kataku membelanya.
“Iya deh manis, buat kamu mah apa sih yang ngga”, jawabnya.
“Ih bisa aja deh kamu gombalnya, jadi seneng haha”, kataku senang.
“Aku ga gombal sayang itu kenyataan tau. Sayang kamu makan dulu gih yah, besok aku telpon lagi. Daah, Love you honey. Muach”, katanya sambil mengakhiri pembicaraan.
“Iya sayang, love you too, muach”, balasku.
Kemudian suara lembut dari seberang sana menghilang. Pertanda ia sudah memutus koneksi telepon kami. Terima kasih ya Allah, atas anugerah terindah yang Kau beri untukku. Jagalah  ia agar setiap hari aku bisa melihat senyuman manis itu dari bibirnya, doa ku dalam hati.
**
Kini hari-hari ku lewati dengan indah berkat kehadirannya disisiku. Tak jarang aku memperhatikannya dari jauh dan berharap kelas kami akan berpapasan, ya, karena sistem belajar di sekolah kami menggunakan metode moving class. Raqif merupakan seorang siswa dari jurusan IPS sedangkan aku dari jurusan IPA. Awalnya kami dipertemukan oleh musik, karena kebetulan kami mewakili sekolah untuk mengikuti festival band yang diadakan oleh salah satu Universitas swasta di kota kami. Ia adalah seorang Drummer dan aku adalah Vokalist-nya saat itu. Sempurna, lagu dari Adra &The Backbone itu mampu menghipnotis kami sehingga kami bisa bersatu sekarang.
Pulang sekolah kini menjadi waktu yang paling kami nanti karena akhirnya kami bisa pulang bersama dan meluangkan waktu untuk sekedar makan Ice cream, Es buah, Soto, atau apapun hanya untuk bisa berbagi cerita. Hampir setiap hari, kami sering bercakap lewat telepon hingga larut malam bahkan pagi melupakan rasa kantuk dan bercerita ngalor-ngidul yang terasa tak pernah habis. Kami selalu mengingat tanggal-tanggal yang kami anggap berkesan dalam hubungan kami. Sempurna, hubungan kami terlalu sempurna tanpa cela sedikit-pun.

**

Bulan demi bulan telah kami lewati bersama, tak jarang kami berselisih paham tapi pada akhirnya kami akan kembali kepada satu sama lain, ya cause love. Waktu kelulusan pun tiba, aku sedih karena mendengar kabar bahwa raqif akan melanjutkan pendidikan ke Australia dengan mengambil jurusan komposer musik disana. Sedangkan aku sudah di terima di salah satu Universitas negeri yang cukup terkenal di daerah Depok. Tak hanya aku, Raqif pun takut menjalani hubungan jarak jauh ini. Terlalu complicated, semua bercampur jadi satu. Kami harus siap menahan rindu yang mendalam saat kami tidak bisa bertemu dan hal lain yang terlalu rumit untuk dibayangkan.  Namun sepertinya salah satu kalimat klasik yang berkata bahwa “Kalau jodoh tidak akan kemana” menjadi penguat kami.
Sebelum musim liburan berakhir kami berdua menyempatkan untuk bertemu sekaligus melepas rindu karena nanti pasti akan jarang sekali bertemu karena terhambat oleh jarak. Kami pun menelusuri jalanan yang sering kami lewati saat pulang sekolah, dan mengunjungi beberapa tempat yang sering kami hampiri sepulang sekolah. Lalu kami tiba di salah satu taman kota, pada saat itu tak terasa langit sudah mulai memerah. Beberapa rombongan burung pun nampak terbang beriringan menuju jalan pulang. Damai, hanya itu yang kurasa. Sambil menunggu Raqif membeli vanilla chocholate ice cream kesukaanku, kupetik dua kuncup bunga liar lalu kusembunyikan dibalik tasku.
“Hey, maaf ya nunggu lama tadi antri soalnya Yang, ini es krim kamu. Yang di cup-nya lagi kosong Yang, tinggal ini”, katanya sambil menyodorkan sebungkus Magnum.
Yaudah ga apa kok, kamu kok minum Root Bear lagi? Nanti pusing lagi kan aku yang panik huu”, protesku.
“Ngga kok sayang, tenang aja yah”, jawabnya sambil tersenyum.
“Sayang, This is for you”, kataku sambil menyodorkan bunga liar yang tadi aku petik untuknya.
“Ih sayang kamu ada-ada aja deh, hmm oke kita main konyol-konyolan aja sekalian Yang”, jawabnya sambil menerima bunga dariku.
“Maksudnya Yang?”, kataku penuh tanya.
Lalu dia memisahkan kedua bunga itu dari batangnya sehingga menjadi dua bagian.
“Kan bunganya ada dua, kamu simpan yang kecil yah. Karena aku gede jadi aku simpan bunga yang besar. Nanti kalo kita ketemu lagi kita harus nunjukin bunga ini. Janji!”, katanya sambil memberikan salah satu bunga tersebut.
“Ih apaan sih kamu kaya ga ketemu lagi aja, tapi lucu juga sih. Iya janji, tapi aku simpan dimana ya? Hmm”, kataku sambil berpikir.
“Kalo aku sih, aku simpan di dompet, biar selalu kebawa kemana pun”, timpalnya.
“Ide bagus! Aku juga ah”, kataku mengikuti.
“Sayang, aku cinta banget sama kamu. Terimakasih buat semuanya, kamu jangan pernah tinggalin aku yah”, katanya sambil tersenyum disertai mata yang berkaca-kaca.
“Aku juga cinta kamu kok, Demi Allah aku ga akan pergi ninggalin kamu. Jangan takut yah sayang”, jawabku sambil menghapus butiran air mata di pipinya.
Lalu ia mengecup bibirku dan mencium dahiku disertai pelukan hangat. Damai, aku tak ingin ini cepat berlalu Tuhan.
“Yaudah udah magrib nih, pulang yuk nanti kamu dicariin Ibu lagi. Tapi kita mampir masjid dulu yah Yang buat solat”, ajaknya.
“Oke”, jawabku dengan cepat.
Aku berharap ini bukanlah hari terakhirku dengannya, Ya Allah tolong jadikanlah kami jodoh. Baik dunia maupun akhirat nanti, karena jujur aku tak sanggup melewati hari tanpanya, sekali lagi doa-ku dalam hati. Lalu kami meluncur untuk pulang.

**

Tak terasa kini hubungan kami sudah hampir meginjak satu tahun, tapi tepat di bulan ke 11 kami harus berpisah karena sesuatu yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Bukan karena long distance atau orang ketiga bahkan karena orang tua. Itu semua terlalu klasik. Kami membuat hubungan kami ini putus seolah karena ingin fokus dengan masa depan dahulu tanpa dibebani dengan urusan cinta. Padahal ada suatu hal yang bahkan aku tak mengerti dengan jelas karena apa kita harus mengakhiri hubungan ini.
Begitu banyak cerita yang pernah kami lewati baik itu suka maupun duka. Duka saat kami harus jalan diam-diam karena aku pada saat itu masih backstreet dari orang tuaku. Suka disaat kami menghabiskan waktu bersama tanpa ada orang yang mengganggu bahkan orang tuaku pun sudah merestui hubungan kami. Aku benci ini Tuhan, aku benci setiap kebetulan yang selalu datang. Aku benci dengan dejavu yang hampir setiap hari kualami. Aku benci karena itu semua hanya mengingatkan separuh hatiku yang pergi. Bahkan kini aku sudah lupa bagaimana cara menikmati kerinduan seperti yang Raqif ajarkan dulu. Dan anehnya, Sirius-pun kini tak pernah lagi  datang di setiap malamku yang biasanya menyampaikan salam rinduku untuknya. Mereka semua pergi, bersama kenangan yang mungkin tak kembali.
Tuhan, mengapa harus di bulan yang ke 11? Mengapa hanya segini waktu kami? Mengapa hubungan ini tak seindah peresmian tanggal jadian kami? Apa ini pertanda kami tak jodoh? Apakah aku masih boleh meyakini kutipan kalimat klasik itu, Tuhan? Entah apapun jawabannya aku tetap menunggu saat dimana kita duduk berdua dan saling menunjukkan potongan bunga liar itu, yang tidak mustahil bunga itu telah dia buang kini.




  Wahyu Alviani :)                                                                                                                                



Tidak ada komentar:

Posting Komentar