Seperti tersayat pisau saat ku buka lagi album
kenangan denganmu dulu. Air mata seperti hujan yang tak henti berjatuhan dari
langit. Manis, terlalu manis bahkan kenangan kita dulu. Tapi itu dulu sebelum
kamu meninggalkan aku, sebelum kamu membuang aku terlalu jauh dari bagian
kehidupamu. Kamu yang mengajari aku bagaimana mencintai dengan setulus hati, namun
mengapa kamu tidak mengajariku untuk mengikhlaskan cinta itu pergi. Kamu pergi
begitu saja, meninggalkan manis dan pahit cinta. Entah kemana aku harus menepi
ketika rindu ini tak mampu lagi lagi kubendung. Cinta, dapatkah kau kembali?
**
Jumat, 11 November 2011, seperti biasa kami
pulang sekolah bersama. Karena waktu itu hari Jumat, bel pulang berdering lebih
cepat karena para muslim harus segera
menunaikan ibadah sholat Jumat. Saat aku sedang memasukan beberapa buku Fisika
ke dalam tas, tiba-tiba sesuatu bergetar di saku kemejaku, bergegas aku ambil handphone dalam sakuku ternyata ada SMS dari kontak yang kuberi nama My Raqif.
“Aku
tunggu kamu di ruang piket ya J”
Sender : My Raqif
Recieved : +6285713667111
Today
Lalu dengan cepat aku balas pesan singkatnya
itu dengan satu kata.
To : My Raqif [+6285713667111]
“Iyaa J”.
Hari ini cukup terik, namun tidak
terlalu berasa panas padahal matahari rasanya sudah berada di atas kepala.
Mungkin ini adalah efek dari falling in
love, seperti kata beberapa kisah yang di tayangkan FTV. Selama di perjalanan
kami hanya diam. Dia terlalu sibuk memperhatikan jalan atau nervous aku tidak tahu. Aku putuskan
untuk membuka percakapan.
“Hey, serius amat sih ngendarain
motornya”, sambil ku klitik pinggangnya.
“Ih kamu geli tau, aku cubit yah
nanti”, timpalnya.
“Ih ngambek, haha. Ehm aku mau cerita
deh. Bad news”, kataku.
“Apa?”, katanyanya
cepat.
“Kita ga bisa
gini terus”, jawabku sambil memasang wajah serius.
“Kenapa? Dari awal aku tau posisi aku
udah salah”, dia menjawab dengan nada kecewa.
“Kita ga bisa begini terus soalnya aku
udah putus dari Isa. Wlee”, kataku sambil menjulurkan lidah.
Isa adalah nama pacarku sebelum Raqif.
Hubungan kami cukup lama, hampir dua tahun. Tapi entah mengapa aku tidak pernah
berhasil untuk menyayanginya, padahal ia merupakan laki-laki baik. Sampai
akhirnya aku bertemu Raqif dan aku putuskan untuk menyudahi penderitaan itu.
“Kamu serius? Jadi kita udah berdua
nih?”, balasnya dengan ragu.
“Iya dong, cuma aku sama kamu”,
jawabku riang sambil melingkarkan tanganku di pinggangnya.
Dia hanya diam, namun aku bisa melihat
dari spion motornya ia tersenyum senang.
“Hey kok diem? Oh iya kamu kan belum
nembak aku tau! Huh”, kataku sambil cemberut.
“Yaah gimana dong, aku ga pernah
nembak cewe sebelumnya. Jadi aku gatau caranya”, jawabnya.
“Yaudah tembak pakai pistol aja”,
jawabku ketus.
“Tapi lucu banget kalo aku nembak
kamu, kan kita udah saling tau perasaan
masing-masing. Peresmian hubungan aja yah”, katanya.
“Terserah kamu ih”, jawabku.
“Iya deh gitu aja ngambek haha. Tapi
ga apa kan kalo sambil jalan gini, soalnya kalo berhenti dulu takut ga keburu
solat Jumat ”, balasnya.
“Yaudah ayoo cepet”, jawabku gemas.
“Hari ini Jumat tanggal 11 di bulan
yang ke-11 tahun 2011, kamu Ayu Alviana resmi jadi pacar aku. Pokoknya aku
sayaang banget sama kamu. Love you”, katanya terdengar lembut.
“Love you too”, balasku manja sambil
bersandar di punggungnya.
**
Sesampainya dirumah, ku letakkan tasku
dan kurebahkan tubuh ini diatas tempat tiduryang tak terlalu empuk. Yah aku
memang hidup dari keluarga sederhana. Berbeda dengan Raqif, yang apapun
kebutuhannya dapat terpenuhi. Tapi entah kenapa rasanya hari ini kasurku terasa
lebih nyaman dari biasanya, lagi-lagi mungkin karena efek falling in love. Aku senyum-senyum sendiri saat mengingat kejadian
beberapa menit yang lalu. Baru pertama kali aku merasakan manisnya jatuh cinta
seperti ini. Bahkan pikiranku selalu bertanya sedang apa ya Raqif sekarang? Ah
entah lah aku hanya ingin selalu bertemu dengannya setiap waktu. Andai kantong
Doraemon itu benar adanya mungkin sudah kupinjam pintu kemana saja-nya untuk
membuat koneksi kamarku dengan kamarnya, seperti yang diceritakan dalam film
animasi Jepang itu. But that’s impossible.
Pukul 20.00 wib, handphone-ku berdering dan tebak siapa yang menelepon? Ya benar, That’s Raqif.
“Assalamualaikum”, kataku.
“Waalaikumsalam, kamu lagi apa
sayang?”, tanya dari seseorang yang menjawab dari seberang sana.
“Aku lagi kangen deh sama kamu, eh
kebetulan kamu telpon aku jadi seneng hehe”, jawabku riang.
“Aku telpon kamu karena aku juga kangen
sayang, kamu udah makan?”, balasnya.
“Belum sih, nanti aja deh. Sayang
suara kamu lembut banget sih di telpon. Bikin gemes hehe”, kataku menggoda.
“Haha kamu bisa aja deh, tapi masa
kata orang suara aku kaya anak kecil kalo di telpon”, jawabnya.
“Kaya anak kecil gimana? Ngga ah suara
kamu lembut gini sih”, kataku membelanya.
“Iya deh manis, buat kamu mah apa sih
yang ngga”, jawabnya.
“Ih bisa aja deh kamu gombalnya, jadi
seneng haha”, kataku senang.
“Aku ga gombal sayang itu kenyataan
tau. Sayang kamu makan dulu gih yah, besok aku telpon lagi. Daah, Love you
honey. Muach”, katanya sambil mengakhiri pembicaraan.
“Iya sayang, love you too, muach”,
balasku.
Kemudian suara lembut dari seberang
sana menghilang. Pertanda ia sudah memutus koneksi telepon kami. Terima kasih
ya Allah, atas anugerah terindah yang Kau beri untukku. Jagalah ia agar setiap hari aku bisa melihat senyuman
manis itu dari bibirnya, doa ku dalam hati.
**
Kini hari-hari ku lewati dengan indah
berkat kehadirannya disisiku. Tak jarang aku memperhatikannya dari jauh dan
berharap kelas kami akan berpapasan, ya, karena sistem belajar di sekolah kami
menggunakan metode moving class. Raqif
merupakan seorang siswa dari jurusan IPS sedangkan aku dari jurusan IPA.
Awalnya kami dipertemukan oleh musik, karena kebetulan kami mewakili sekolah
untuk mengikuti festival band yang diadakan oleh salah satu Universitas swasta
di kota kami. Ia adalah seorang Drummer
dan aku adalah Vokalist-nya saat itu.
Sempurna, lagu dari Adra &The Backbone itu mampu menghipnotis kami sehingga
kami bisa bersatu sekarang.
Pulang sekolah kini menjadi waktu yang
paling kami nanti karena akhirnya kami bisa pulang bersama dan meluangkan waktu
untuk sekedar makan Ice cream, Es
buah, Soto, atau apapun hanya untuk bisa berbagi cerita. Hampir setiap hari,
kami sering bercakap lewat telepon hingga larut malam bahkan pagi melupakan
rasa kantuk dan bercerita ngalor-ngidul
yang terasa tak pernah habis. Kami selalu mengingat tanggal-tanggal yang kami
anggap berkesan dalam hubungan kami. Sempurna, hubungan kami terlalu sempurna
tanpa cela sedikit-pun.
**
Bulan demi bulan telah kami lewati
bersama, tak jarang kami berselisih paham tapi pada akhirnya kami akan kembali
kepada satu sama lain, ya cause love. Waktu
kelulusan pun tiba, aku sedih karena mendengar kabar bahwa raqif akan
melanjutkan pendidikan ke Australia dengan mengambil jurusan komposer musik
disana. Sedangkan aku sudah di terima di salah satu Universitas negeri yang
cukup terkenal di daerah Depok. Tak hanya aku, Raqif pun takut menjalani
hubungan jarak jauh ini. Terlalu
complicated, semua bercampur jadi satu. Kami harus siap menahan rindu yang
mendalam saat kami tidak bisa bertemu dan hal lain yang terlalu rumit untuk
dibayangkan. Namun sepertinya salah satu
kalimat klasik yang berkata bahwa “Kalau jodoh tidak akan kemana” menjadi
penguat kami.
Sebelum musim liburan berakhir kami berdua
menyempatkan untuk bertemu sekaligus melepas rindu karena nanti pasti akan
jarang sekali bertemu karena terhambat oleh jarak. Kami pun menelusuri jalanan
yang sering kami lewati saat pulang sekolah, dan mengunjungi beberapa tempat
yang sering kami hampiri sepulang sekolah. Lalu kami tiba di salah satu taman
kota, pada saat itu tak terasa langit sudah mulai memerah. Beberapa rombongan
burung pun nampak terbang beriringan menuju jalan pulang. Damai, hanya itu yang
kurasa. Sambil menunggu Raqif membeli vanilla
chocholate ice cream kesukaanku, kupetik dua kuncup bunga liar lalu
kusembunyikan dibalik tasku.
“Hey, maaf ya nunggu lama tadi antri
soalnya Yang, ini es krim kamu. Yang di cup-nya
lagi kosong Yang, tinggal ini”, katanya sambil menyodorkan sebungkus Magnum.
“Yaudah
ga apa kok, kamu kok minum Root Bear lagi?
Nanti pusing lagi kan aku yang panik huu”, protesku.
“Ngga kok sayang, tenang aja yah”,
jawabnya sambil tersenyum.
“Sayang, This is for you”, kataku sambil menyodorkan bunga liar yang tadi
aku petik untuknya.
“Ih sayang kamu ada-ada aja deh, hmm
oke kita main konyol-konyolan aja
sekalian Yang”, jawabnya sambil menerima bunga dariku.
“Maksudnya Yang?”, kataku penuh tanya.
Lalu dia memisahkan kedua bunga itu
dari batangnya sehingga menjadi dua bagian.
“Kan bunganya ada dua, kamu simpan
yang kecil yah. Karena aku gede jadi
aku simpan bunga yang besar. Nanti kalo kita ketemu lagi kita harus nunjukin
bunga ini. Janji!”, katanya sambil memberikan salah satu bunga tersebut.
“Ih apaan sih kamu kaya ga ketemu lagi
aja, tapi lucu juga sih. Iya janji, tapi aku simpan dimana ya? Hmm”, kataku
sambil berpikir.
“Kalo aku sih, aku simpan di dompet,
biar selalu kebawa kemana pun”, timpalnya.
“Ide bagus! Aku juga ah”, kataku
mengikuti.
“Sayang, aku cinta banget sama kamu.
Terimakasih buat semuanya, kamu jangan pernah tinggalin aku yah”, katanya
sambil tersenyum disertai mata yang berkaca-kaca.
“Aku juga cinta kamu kok, Demi Allah
aku ga akan pergi ninggalin kamu. Jangan takut yah sayang”, jawabku sambil
menghapus butiran air mata di pipinya.
Lalu ia mengecup bibirku dan mencium
dahiku disertai pelukan hangat. Damai, aku tak ingin ini cepat berlalu Tuhan.
“Yaudah udah magrib nih, pulang yuk
nanti kamu dicariin Ibu lagi. Tapi kita mampir masjid dulu yah Yang buat
solat”, ajaknya.
“Oke”, jawabku dengan cepat.
Aku berharap ini bukanlah hari
terakhirku dengannya, Ya Allah tolong jadikanlah kami jodoh. Baik dunia maupun
akhirat nanti, karena jujur aku tak sanggup melewati hari tanpanya, sekali lagi
doa-ku dalam hati. Lalu kami meluncur untuk pulang.
**
Tak terasa kini hubungan kami sudah
hampir meginjak satu tahun, tapi tepat di bulan ke 11 kami harus berpisah
karena sesuatu yang sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Bukan karena long distance atau orang ketiga bahkan
karena orang tua. Itu semua terlalu klasik. Kami membuat hubungan kami ini
putus seolah karena ingin fokus dengan masa depan dahulu tanpa dibebani dengan
urusan cinta. Padahal ada suatu hal yang bahkan aku tak mengerti dengan jelas
karena apa kita harus mengakhiri hubungan ini.
Begitu banyak cerita yang pernah kami
lewati baik itu suka maupun duka. Duka saat kami harus jalan diam-diam karena
aku pada saat itu masih backstreet dari
orang tuaku. Suka disaat kami menghabiskan waktu bersama tanpa ada orang yang
mengganggu bahkan orang tuaku pun sudah merestui hubungan kami. Aku benci ini
Tuhan, aku benci setiap kebetulan yang selalu datang. Aku benci dengan dejavu yang hampir setiap hari kualami. Aku
benci karena itu semua hanya mengingatkan separuh hatiku yang pergi. Bahkan
kini aku sudah lupa bagaimana cara menikmati kerinduan seperti yang Raqif
ajarkan dulu. Dan anehnya, Sirius-pun
kini tak pernah lagi datang di setiap
malamku yang biasanya menyampaikan salam rinduku untuknya. Mereka semua pergi,
bersama kenangan yang mungkin tak kembali.
Tuhan, mengapa harus di bulan yang ke
11? Mengapa hanya segini waktu kami? Mengapa hubungan ini tak seindah peresmian
tanggal jadian kami? Apa ini pertanda kami tak jodoh? Apakah aku masih boleh
meyakini kutipan kalimat klasik itu, Tuhan? Entah apapun jawabannya aku tetap
menunggu saat dimana kita duduk berdua dan saling menunjukkan potongan bunga
liar itu, yang tidak mustahil bunga itu telah dia buang kini.
Wahyu Alviani :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar